Merger Bursa Disambut Dingin

Merger Bursa Disambut DinginPelaku pasar menilai dualisme bursa komoditas lebih menguntungkan karena memunculkan persaingan positif, dibandingkan dengan merger seperti lontaran Kementerian Perdagangan.

Direktur Kepatuhan Monex Investindo Futures Ferhard Annas menilai dua bursa berarti pilihan lebih banyak bagi pialang menawarkan produk, karena bisa menawarkan lebih banyak kontrak. Dengan dua bursa, persaingan jadi lebih bagus karena masing-masing akan berlomba-lomba membuat produk terbaik. Ferhad juga mempertanyakan apakah pemilik saham masing-masing bursa bisa saling dipertemukan untuk memuluskan rencana merger tersebut. Namun, merger bursa juga memiliki keuntungan tersendiri, diantaranya arah bursa menjadi lebih terarah dan tidak bertubrukan kepentingan kuat serta memudahkan regulator melakukan pengawasan. Ditinjau dari aspek administrasi dan koordinasi, juga memberi kemudahan bagi pialang, karena mengurusi dokumen seputar keanggotaan bursa dan transaksi hanya kepada satu otoritas.

Wacana penggabungan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI) mengemuka belum lama ini. BBJ berdiri pada 2000 adalah Bursa komoditas modern pertama nasional, sedangkan BKDI lahir pada 2009.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Syahrul Sempurnajaya mengatakan ide itu muncul karena bursa seharusnya bisa memperbesar transaksinya jika menyatu. “Khususnya komoditas, tidak hanya transaksi SPA [sistem perdagangan alternatif ] seperti di BBJ maupun BKDI hanya CPO, Olein dan timah.”

Menanggapi wacana merger tersebut, Direktur BBJ Roy Sembel, hanya memberikan jawaban singkat. “Belum ada perkembangan soal merger bursa.”

Di sisi lain, CEO BKDI Megain Widjaja mengaku sudah ditanya Menteri Perdagangan Gita Wirjawan soal merger dan menilai bahwa hal itu bukan ide jelek, melainkan perlu kajian lebih lanjut karena memang ada perbedaan visi. Dia justru melihat sejak BKDI berdiri, terjadi persaingan yang semakin sehat dalam 3 tahun terakhir dan masyarakat memiliki lebih banyak pilihan untuk produk kontrak multilateral di bursa.

Selama ini BBJ banyak mencatatkan transaksi di luar bursa atau over the counter secara bilateral antarpedagang. Jika dibandingkan dengan seluruh transaksi terdaftar anggota BBJ, maka perdagangan bersistem multilateral masih jauh dari target regulator  yang dipatok 5%. Target ini tertuang dalam Peraturan Kepala Bappebti No.85/2010. Adapun transaksi multilateral dilakukan pada kontrak yang dibuat oleh bursa seperti kakao, olein dan emas untuk BBJ.  Pada transaksi multilateral, para pelaku membentuk harga lewat penawaran dan permintaan sehingga kerap disebut price discovery. Di transaksi multilateral inilah nyawa industri perdagangan berjangka komoditas bersemayam, sebagai sarana lindung nilai (hedging), pengelolaan risiko dan pembentukan harga yang efektif dan transparan bagi pelaku usaha.

Di sisi lain, BKDI menawarkan kontrak komoditas primer minyak sawit atau crude palm oil (CPO), emas, olein dan timah (pasar spot). Harga kontrak CPO di bursa ini menjadi salah satu acuan Kementerian Perdagangan dalam menetapkan bea keluar CPO.

3 Institusi meminang London Metal Exchange

3 Institusi meminang London Metal Exchange

NEW YORK: London Metal Exchange, bursa logam terbesar di dunia, mendapat tawaran pengambilalihan dari CME Group Inc, NYSE Euronext dan Intercontinental Exchange Inc. Tawaran tersebut adalah negosiasi awal (informasi Bloomberg dari 3 orang sumber yang menolak disebut namanya).

Diego Perfumo menganalisa bursa dari lembaga investasi Equity Research Desk akanmencapai US$1,3 miliar. Juru bicara LME di London. Chris Evans, mengatakan tawaran yang menarik akan bertemu pada 23 Februari.

LME  yang sudah ada 1 abad lalu menangani sekitar 80% dari perdagangan global logam berjangka dan melaporkan rekor volume transaksi senilai US$15,4 triliun tahun lalu. Rencana merger bursa senilai lebih dari US$37 miliar yang diumumkan 15 bulan lalu gagal karena protes populis, yaitu kekhawatiran soal kartel dan volatilitas pasar. Tawaran untuk LME itu perlu persetujuan 75% dari pemilik bursa, termasuk Goldman Sachs Group Inc dan Citigroup Inc.

Alex Kramm, seorang analis UBS AG di New York mengatakan Sulit untuk mendapatkan kondisi ada pembeli potensial di tengah banyaknya kecemasan soal kartel. Menurutnya hambatan terbesar jelas harga dan juga jika ada pihak lain yang berkepentingan, yang lebih suka menjaga LME dalam struktur saat ini dan tidak ingin melihatnya menjadi bagian dari konglomerat bursa yang lebih besar.

CME Group yang berbasis di Chicago adalah pemilik bursa Comex yang menangani emas, perak dan tembaga berjangka. Adapun LME memperdagangkan tembaga, aluminium, nikel, seng, timah, baja dan logam ringan seperti kobalt. Batas waktu tawaran itu 15 Februari dan LME mengatakan pada September lalu mendapat lebih dari 10 pernyataan ketertarikan. Sebuah komite yang terdiri Chief Executive Officer Martian Abbott dan tiga direktur lain dari LME Holdings Ltd akan meninjau tawaran itu. LME mendapat nasihat dari bank investasi AS, Moelis & Co.

Menurut Perfumo penawar lain untuk LME kemungkinan termasuk Deutsche Boerse dan Hongkong Exchanges dan Clearing Ltd. Pejabat dari Deutsche Boerse, Hongkong Exchanges, CME, NYSE Euronext dan ICE menolak memberikan komentar. Tawaran ICE sebelumnya dilaporkan oleh Financial Times. Deutsche Boerse AG diblokir dari upaya membeli NYSE Euronext yang berbasis di New York oleh regulator persaingan usaha Eropa bulan ini. ICE yang berbasis di Atlanta memperdagangkan minyak mentah, kopi dan gula. Menurut analis KBW Inc Niamh Alexander, Intercontinental Exchanges Inc (ICE) yang memiliki ICE Futures Europe di London paling mungkin dipertimbangkan oleh LME. Menurutnya ICE akan mengambil alih kegiatan kliring LME dan meningkatkan perdagangan elektronik seperti yang terjadi setelah membeli New York Board of Trade pada 2007.

LME menerapkan biaya rendah dan berhasil menghasilkan laba bersih 9,5 juta pound sterling (US$14,9 juta) pada 2010 seiring transaksi senilai US$11,6 triliun. LME beroperasiindependen sejak 1877.